Dunia perpolitikan dan pemerintahan daerah tengah diwarnai perdebatan panas antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Keduanya bersilang pendapat soal dana sebesar Rp 4,1 triliun yang disebut mengendap di perbankan. Isu ini bermula dari pernyataan Purbaya dalam rapat pengendalian inflasi pada Senin, 20 Oktober 2025, yang menyoroti rendahnya realisasi belanja APBD di sejumlah daerah.
Awal Mula Kontroversi
Dalam rapat tersebut, Purbaya mengkritik pemerintah daerah yang dianggap belum optimal membelanjakan anggaran. Akibatnya, dana besar justru mengendap di bank tanpa memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang bersumber dari Bank Indonesia, total simpanan pemerintah daerah di perbankan mencapai Rp 234 triliun secara nasional. Di antara daerah itu, Jawa Barat disebut berada di peringkat kelima tertinggi dengan dana Rp 4,1 triliun yang belum terserap.
“Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp 234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” tegas Purbaya.
Bantahan dari Dedi Mulyadi
Pernyataan tersebut langsung dibantah keras oleh Gubernur Dedi Mulyadi. Sehari kemudian, pada Selasa, 21 Oktober 2025, Dedi menantang Menteri Keuangan untuk membuka data secara transparan mengenai daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito. Ia menegaskan bahwa setelah dilakukan pengecekan, tidak ada dana Pemprov Jabar yang disimpan dalam deposito.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya,” ujar Dedi.
Respons Purbaya dan Klarifikasi Data
Menanggapi tantangan tersebut, Purbaya tetap berpegang pada datanya. Ia menjelaskan bahwa informasi yang ia sampaikan bersumber dari sistem monitoring Bank Indonesia yang dilaporkan perbankan secara berkala.
“Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau dia mau periksa, periksa aja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap hari,” katanya di kantor pusat Kemenkeu Jakarta.
Langkah Klarifikasi Dedi ke Jakarta
Tidak berhenti di pernyataan publik, Dedi Mulyadi kemudian mengambil langkah langsung. Pada Rabu, 22 Oktober 2025, ia mendatangi Bank Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengklarifikasi persoalan tersebut. Dalam unggahan video di Instagram resminya, Dedi menjelaskan posisi keuangan Pemprov Jabar secara detail.
Menurutnya, dana Rp 3,8 triliun yang tersimpan di kas daerah berbentuk giro, bukan deposito, dan digunakan untuk kebutuhan rutin seperti gaji ASN, tagihan listrik, serta operasional pemerintahan. Sementara sisanya berada di rekening BLUD, yang merupakan kewenangan masing-masing lembaga.
Temuan Klarifikasi dan Tanggapan Lanjutan
Dari hasil klarifikasi, Dedi menemukan bahwa Bank Indonesia tidak memiliki data harian, sedangkan Kemendagri dan Pemprov menggunakan sistem SIPD yang mencatat transaksi setiap hari. Data BI diperoleh dari bank dan hanya dilaporkan setiap akhir bulan. Berdasarkan hasil tersebut, tidak ditemukan dana Rp 4,1 triliun, melainkan sekitar Rp 2,5 triliun dana kas dinamis dan Rp 2,4 triliun yang telah dibelanjakan kembali.
Menanggapi hal itu, Purbaya memilih untuk tidak memperpanjang perdebatan.
“Nggak, biar aja mereka ketemu mereka,” ujarnya singkat.
Potensi Pertemuan dan Refleksi
Meski sempat bersitegang, kedua pihak menyatakan terbuka untuk berdiskusi. Dedi menilai kritik Purbaya justru bisa menjadi dorongan agar serapan anggaran daerah lebih optimal. Namun hingga kini, belum ada agenda resmi pertemuan antara keduanya.
Polemik ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan sinkronisasi data keuangan daerah, serta perlunya koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah agar setiap rupiah anggaran benar-benar tersalurkan untuk kepentingan publik.