Gus Rozin dan Kiai Ubaid Ajak Pesantren Kawal Dirjen Pesantren dan Teguhkan Nilai Asal

Gus Rozin dan Kiai Ubaid Tegaskan Peran Pesantren Kawal Dirjen Pesantren

SEMARANG — Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Abdul Ghaffar Rozin menegaskan pentingnya peran dalam mengawal pelaksanaan Undang-Undang Pesantren agar tidak melenceng dari tujuan awalnya. Pernyataan itu disampaikan dalam Halaqah Pengasuh Pesantren se-Jawa Tengah di Gedung PGRI, Wujil, Bergas, Kabupaten Semarang, Jumat (24/10/2025).

Menurutnya, kehadiran Direktorat Jenderal (Dirjen) Pesantren yang baru dibentuk berdasarkan perintah Presiden merupakan momentum penting dalam sejarah kebijakan pesantren di Indonesia. Namun, Gus Rozin mengingatkan agar lembaga tersebut tidak memperkuat dominasi negara terhadap pesantren.

“Dirjen Pesantren ini tidak boleh memperkuat hegemoninya negara terhadap pesantren. Negara hadir untuk memperkuat, bukan mengintervensi,” tegasnya.

Ia menjelaskan, sejak Undang-Undang Pesantren disahkan pada 2019, banyak amanat yang belum terealisasi. Dari tiga fungsi utama pesantren—pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat—baru fungsi pendidikan yang berjalan baik. Dua fungsi lainnya, termasuk pengelolaan dana abadi pesantren, masih belum menjadi perhatian serius .

Gus Rozin juga menyoroti pelaksanaan peraturan turunan di daerah. Berdasarkan pantauan PWNU Jateng, dari 90 daerah yang memiliki regulasi tentang pesantren, sekitar 80 persen tidak sesuai dengan amanat undang-undang. “Ini harus menjadi perhatian bersama agar Undang-Undang Pesantren berjalan sesuai relnya,” ujarnya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya rekognisi ijazah pesantren agar lulusan santri tidak diperlakukan berbeda dari lembaga formal. “Lulusan pesantren tidak boleh ditolak hanya karena ijazahnya. Mereka harus diakui secara sah oleh negara, termasuk untuk pendaftaran P3K atau jabatan publik lainnya,” tegasnya.

Menurut Gus Rozin, pemerintah melalui APBN atau APBD bersifat suplemeter, bukan komplementer. “Pesantren harus tetap mandiri. Negara hadir bila diperlukan, tapi jangan sampai membuat pesantren kehilangan kemandirian,” imbuhnya.

Sementara itu, Rais Syuriyah PWNU Jateng KH Ubaidullah Shodaqoh menambahkan bahwa dalam menghadapi perubahan zaman, pesantren harus tetap berpijak pada nilai-nilai luhur yang diwariskan para kiai. Modernisasi dan inovasi penting dilakukan, namun tidak boleh menggeser ruh pesantren yang menjadi sumber kekuatan moral bangsa.

“Kita boleh punya metode dan cara baru, tapi jangan meninggalkan nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh para guru. Kalau nilai-nilai itu ditinggalkan, arah pesantren bisa menyimpang,” pesannya.

Kiai Ubaid menegaskan, kekuatan pesantren terletak pada keseimbangan antara tradisi dan inovasi. “Transformasi boleh dilakukan, tapi nilai dasar harus tetap dijaga. Di situlah letak keistimewaan pesantren,” ujarnya.

Halaqah yang diikuti para pengasuh pesantren se-Jawa Tengah ini menjadi ajang refleksi dan konsolidasi bersama agar pesantren mampu beradaptasi dengan dinamika kebijakan pemerintah, sekaligus menjaga marwahnya sebagai benteng moral dan kebudayaan bangsa.