Semarang – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Muda Jawa Tengah terus mendorong penguatan moderasi beragama sebagai upaya menjaga kerukunan dan menciptakan kondisi masyarakat yang sejuk, damai, dan aman. Kampanye tersebut disampaikan dalam sebuah seminar yang melibatkan mahasiswa, santri, serta generasi muda dari berbagai latar belakang di Pesantren Mahasiswa Al Fadhilah Meteseh Tembalang, Kamis (13/11/2025).
Ketua FKUB Muda Jateng, Dr. Nur Rois, menjelaskan bahwa pihaknya secara konsisten mengajak generasi muda untuk hidup berdampingan tanpa membedakan agama, ras, suku, maupun golongan. Ia menegaskan bahwa FKUB Muda Jateng menjadi wadah kolaborasi seluruh pemeluk agama untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat.
Melalui kesempatan tersebut, Nur Rois juga memaparkan berbagai program yang telah disusun, seperti penguatan sumber daya manusia, big data keanggotaan, kegiatan FKUB goes to campus, FKUB goes to pondok pesantren, sekolah kerukunan, forum diskusi lintas agama, hingga penyusunan religiosity index. Seluruh program tersebut, menurutnya, bertujuan memperkuat pemahaman serta praktik kerukunan di masyarakat.
Ia menilai big data menjadi bagian penting untuk memetakan anggota maupun relawan FKUB Muda secara akurat, sehingga berbagai program dapat dijalankan dengan lebih efektif. Selain itu, FKUB Muda Jateng juga berupaya mengoptimalkan media sosial sebagai sarana edukasi publik terkait pesan-pesan kerukunan.
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Zaimatul Chasanah, menjelaskan bahwa penguatan moderasi beragama telah menjadi agenda nasional melalui Perpres Nomor 58 Tahun 2023. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang menjaga martabat kemanusiaan serta mendorong kemaslahatan umum dengan prinsip adil, berimbang, dan berlandaskan Pancasila serta UUD 1945.
Zaima menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan kunci bagi terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal maupun global. Ia juga menyoroti munculnya fenomena ekstremisme di kalangan anak muda yang berpotensi mengabaikan nilai kemanusiaan. Beberapa kasus seperti keterlibatan anak muda dalam jaringan radikal hingga peristiwa serangan teror dijadikan contoh pentingnya pemahaman beragama secara moderat.
Ia mengingatkan para peserta agar tidak terpengaruh ajakan kelompok ekstrem karena hanya akan merugikan diri sendiri, keluarga, hingga masa depan bangsa. Zaima juga mengajak generasi muda untuk berpegang pada prinsip tawassuth (moderat), i’tidal (adil), dan tawazun (seimbang) dalam kehidupan beragama.
Dekan FAI Unwahas Semarang, Dr. KH Iman Fadhilah, turut menyoroti maraknya konflik yang dibingkai dengan isu keagamaan. Ia menjelaskan bahwa konflik bernuansa agama kerap dipicu faktor keagamaan maupun non-keagamaan yang kemudian menyeret simbol-simbol agama di dalamnya. Berbagai kasus seperti pengusiran, pembubaran kegiatan, diskriminasi keyakinan, penyerangan, hingga penolakan rumah ibadah menjadi contoh nyata persoalan yang masih terjadi.
Ia menegaskan perlunya penguatan nilai-nilai kebangsaan dan moderasi dalam beragama untuk meminimalisasi potensi konflik. Menurutnya, internalisasi nilai kebangsaan sangat penting agar masyarakat mampu membangun pemahaman keagamaan yang inklusif serta mendorong kehidupan sosial yang harmonis.
Seminar berlangsung meriah dan interaktif, serta dibuka oleh Kepala Bidang Ketahanan Bangsa Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Muslichah Setiasih. Kegiatan ini diikuti santri, kelompok lintas iman, mahasiswa, dan berbagai organisasi kampus di Kota Semarang.
