Sarif Abdillah Desak KPI Tindak Tegas Konten Trans7 yang Dinilai Lecehkan Kiai dan Pesantren

Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Sarif Abdillah

SEMARANG – Kritik terhadap tayangan program Expose Uncensored di Trans7 yang disiarkan pada Senin (13/10) terus mengalir. Setelah sebelumnya kalangan pesantren dan ormas keagamaan menyuarakan protes, kini giliran Wakil Ketua DPRD , Sarif Abdillah, yang mengecam keras isi tayangan tersebut karena dianggap melecehkan martabat kiai, santri, dan lembaga pesantren.

Menurut Sarif, program tersebut telah melanggar prinsip dasar penyiaran dan mengabaikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia.

“Konten itu tidak mencerminkan penghormatan terhadap nilai tradisi dan keberagaman sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran,” tegas Sarif, Rabu (15/10/2025).

Ia menilai tayangan tersebut sarat dengan logical fallacy atau sesat pikir, sehingga justru menjatuhkan nama baik pesantren dan para tokohnya.

“Alih-alih menyampaikan fakta secara jernih, program itu malah berubah menjadi corong opini yang menggiring persepsi publik secara sepihak,” ujarnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang akrab disapa Kakung ini menegaskan bahwa pesantren memiliki ruh dan filosofi pendidikan yang unik dan tak bisa disamakan dengan lembaga pendidikan lain. Pesantren, katanya, bukan hanya tempat menimba ilmu , tetapi juga tempat membentuk manusia seutuhnya – insan kamil – dengan penekanan pada akhlak dan adab.

“Di pesantren, pendidikan itu hidup dan berlangsung sepanjang waktu. Tidak hanya di dalam kelas, tetapi di setiap aspek kehidupan santri,” jelasnya.

Sarif juga menyoroti pentingnya sikap hormat santri kepada kiai sebagai bagian dari adab dan spiritualitas, bukan sekadar formalitas.

“Santri menghormati kiai karena sadar bahwa ilmu memerlukan adab. Keberkahan ilmu lahir dari penghormatan kepada guru,” tambahnya.

Ia menjelaskan, dalam tradisi pesantren, hubungan antara santri dan kiai tidak berhenti setelah wisuda. Santri tetap murid, dan kiai tetap guru sepanjang hayat. Tradisi sowan atau memberi hadiah kepada kiai, menurutnya, adalah bentuk syukur dan penghormatan yang mendalam.

“Keberhasilan santri diyakini sebagai buah doa kiai yang mustajab,” tutur legislator dari Dapil Banyumas–Cilacap ini.

Lebih jauh, Sarif menegaskan bahwa tujuan utama pendidikan pesantren adalah membentuk pribadi berakhlak, bukan sekadar cerdas secara intelektual.

“Ada maqolah terkenal, al-adabu fauqol ‘ilmi, artinya adab lebih tinggi daripada ilmu. Karena itu santri diajarkan untuk menjaga hati, menghormati guru, dan rendah hati meski berilmu tinggi,” ungkapnya.

Atas dasar itu, ia meminta lembaga penyiaran, khususnya televisi nasional, untuk kembali pada fungsinya sebagai penyampai kebenaran, bukan pembuat sensasi. Ia juga mendesak Komisi Penyiaran Indonesia () untuk turun tangan dan menindak tegas kasus ini.

“KPI harus memastikan kejadian seperti ini tidak terulang. Tayangan yang meresahkan publik seperti ini kontraproduktif bagi dunia penyiaran yang selama ini sudah mulai membaik,” pungkasnya.